Cookies help us provide better user experience. By using our website, you agree to the use of cookies.
24-03-2018 0 comments Other

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan pentingnya konglomerasi keuangan menerapkan manajemen risiko dan tata kelola yang terintegrasi sesuai dengan peraturan OJK.

"Dengan mematuhi peraturan dari badan otoritas pemerintah, pihak konglomerasi keuangan bisa memetakan dengan baik risiko-risiko yang bisa saja terjadi, secara kelompok besar (group wide) tidak lagi perbagian (individual)," kata Direktur Pengaturan Bank Umum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Eddy Manindo Harahap di Jakarta, Rabu (13/1/2016).

Jadi, lanjut dia, pihak konglomerasi keuangan harus menerapkan manajemen risiko secara terintegrasi dalam satu pengelolaan keuangan, termasuk pengaturan pemodalan.

Ia menyebutkan 10 risiko konglomerasi keuangan yang telah diidentifkasi pada tahap awal, meliputi delapan risiko perbankan, satu asuransi dan satu risiko transaksi dalam grup, memiliki dampak yang sama besar. Namun, hal tersebut bisa diantisipasi jika para pengusaha mengikuti peraturan yang telah dikeluarkan.

Eddy menegaskan OJK berwenang melakukan pengawasan dan mengatur konglomerasi keuangan sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Otoritas keuangan pemerintah mengeluarkan tiga peraturan OJK (POJK) terkait dengan konglomerasi keuangan, yaitu POJK Nomor 17/POJK.03/2014 tetang Manajemen Risiko Terintegrasi bagi Konglomerasi Keuangan; POJK Nomor 18/POJK.03/2014 tentang Tata Kelola Terintegrasi bagi Konglomerasi Keuangan; dan POJK Nomor 26/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Terintegrasi bagi Konglomerasi Keuangan.

OJK sendiri secara resmi sudah mencatat ada 50 konglomerasi keuangan dan masuk dalam pengawasan, terdiri atas 229 lembaga jasa keuangan (LJK) dengan perincian 35 entitas utama dari sektor perbankan, 1 entitas utama dari sektor pasar modal, 13 entitas utama dari sektor industri keuangan nonbank (IKNB), dan 1 LJK khusus.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 14 konglomerasi keuangan yang bersifat vertikal (ada hubungan langsung perusahaan induk dan perusahaan anak secara jelas dan keduanya merupakan LJK, 28 bersifat horizontal (tidak memiliki hubungan langsung antara LJK, tetapi dalam pemegang saham), dan delapan Konglomerasi Keuangan yang bersifat campuran (mixed).

Adapun total aset 50 kelompok konglomerasi keuangan itu sebesar Rp5.142 triliun atau 70,5 persen dari total aset industri jasa keuangan Indonesia yang sebesar Rp7.289 triliun.

Berdasarkan laman resmi OJK, konglomerasi keuangan adalah LJK yang berada dalam satu grup atau kelompok karena keterkaitan kepemilikan dan/atau pengendalian, dan meliputi jenis LJK, yaitu bank, perusahaan asuransi dan reasuransi, perusahaan efek dan/atau perusahaan pembiayaan.

LJK tersebut dibagi menjadi LJK yang menjadi entitas utama dan LJK anggota konglomerasi keuangan.

(Antara)